Bentuk Bandingan dalam Cerpen Perempuan Buta Tanpa Ibu Jari dan Gadis Buruk Rupa dalam Cermin
Pembacaan dalam karya sastra seringkali menimbulkan perspektif baru dalam diri pembaca. Membaca karya sastra tidak hanya digunakan menentukan akhir atau isi dari karya tersebut melainkan menjadi tonggak pembaca melatih kepekaan terhadap fenomena sastra yang dihadirkan. Tidak jarang, fenomena sastra yang dihadirkan kerap kali dirasa tidak asing dengan karya sastra lainnya sehingga menimbulkan polemik tertentu bagi pembaca. Jika melihat dari teori intertekstual yang memandang bahwa tidak ada sebuah teks yang sungguh-sungguh mandiri. Hal tersebut dapat dijumpai pada pembacaan cerpen Perempuan Buta Tanpa Ibu Jari karya Intan Paramaditha dan Gadis Buruk Rupa dalam Cermin karya Guntur Alam. Dalam pembacaan kedua cerpen tersebut, terdapat beberapa kemiripan yang dihadirkan seperti aspek feminis, bentuk dekonstruksi, dan mengangkat latar cerita dari legenda dongeng. Secara tersirat hal tersebut dapat menjadi subjek dalam sastra bandingan.
Dalam perspektif sastra bandingan, hasil pembacaan karya sastra akan mengetahui bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu karya terhadap karya lain memanglah ada dan tidak bisa disebut sebagai plagiasi karena memang sulit untuk mencari induk suatu karya terutama legenda dongeng yang sebagian besar merupakan bagian dari tradisi lisan yang penyebarannya lewat mulut ke mulut. Seperti halnya pada kedua cerpen yang disebutkan mengandung nama tokoh yang tidak asing lagi bagi pembaca. Dalam pendekatan sastra bandingan, meskipun terdapat beberapa persamaan yang diketahui, tidak menuntut kemungkinan bahwa terdapat juga perbedaan yang dari objek yang dibandingkan. Perempuan Tanpa Ibu Jari mengisahkan melalui sudut pandang salah satu saudara diri Sindelarat. Dimana kehidupan saudara tiri Sindelarat yang seringkali dipandang sebelah mata karena perangai saudara tiri yang tidak terlepas dari sisi antagonis. Tidak hanya mengisahkan seberapa dia berjuang untuk hidup dengan penilaian masyarakat yang buruk, dalam cerpen tersebut juga terdapat beberapa kutipan yang menunjukkan bahwa Sindelarat juga memiliki sisi antagonis. Dalam cerpen kedua, Gadis Buruk Rupa dalam Cermin mengisahkan mengenai ratu Ravenna yang berusaha untuk mendapatkan kecantikan rupa abadi dengan bantuan iblis hingga egonya terpenuhi.
Hasil dari perbandingan kedua cerpen mencakup beberapa aspek, dengan mengacu pada kutipan “Kutulis untuk Mbak Intan Paramaditha yang banyak memberiku inspirasi lewat tulisannya” yang terdapat dalam lembar terakhir cerpen Gadis Buruk Rupa dalam Cermin maka tidak diherankan bahwa persamaan pada kedua objek tersebut tidak hanya satu. Terdapat beberapa persamaan yang dihadirkan seperti:
a. Suasana horor
Suasana horor yang disajikan sejak awal cerita pada Perempuan Tanpa Ibu Jari memberikan kesan tidak nyaman. Dari judul yang secara tersirat merepresentasikan seorang perempuan yang tidak memiliki anggota tubuh sempurna. Dalam mengalirnya cerita, beberapa kutipan juga menunjukkan adegan tokoh yang memotong jarinya untuk membuatnya pas sesuai ukuran sepatu. Seperti dalam kutipan berikut: Ibuku menyodori pisau, “Potong jari kakimu. Kelak jika kau jadi ratu, kau tak akan terlalu banyak berjalan. Jadi kau tak membutuhkannya.” Maka kuambil pisau itu dan kugigit bibirku saat aku berusaha memutuskan ibu jari kakiku. (Perempuan Tanpa Ibu Jari) Adegan yang digambarkan dapat secara jelas dituangkan dalam bentuk tulisan. Bagi beberapa pembaca, mungkin akan menimbulkan pemicu dalam bertindak ketika tidak selektif memilih bacaan.
Suasana yang dihadirkan juga akan terasa mencekam ketika membacanya. Dalam cerpen kedua, kesan suasana horor yang disajikan juga hadir menemani pembaca. Dengan beberapa kutipan yang menggambarkan betapa kejinya perilaku orang tua Revenna. Latar tempat yang dipilih juga menggambarkan suasana hutan terlarang dengan lolongan serigala dan kutipan yang menyebutkan bahwa Revenna diganggu oleh iblis dedemit yang berada dalam hutan tersebut. Adegan gamaran mengerikan secara tidak tersirat terdapat dalam salah satu kutipan yang menegaskan bahwa bahan kosmetik yang digunakan untuk mempercantik diri menggunakan abu jenazah dan darah seorang gadis. Meskipun tidak dijelaskan bagaimana ia mendapat abu jenazah dan darah tersebut tetapi akan sangat mudah diketahui bahwa ia membunuh paksa para gadis untuk ia tumbalkan demi memuaskan egonya sendiri. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan: Dulu, dulu sekali, sebelum Ratu Ravenna menjadi perempuan tercantik di dunia, dia sudah menempuh ritual yang paling menakutkan. Tak sekedar berpupur abu jenazah, apalagi hanya bergincu darah perawan buruk rupa. (Gadis Buruk Rupa dalam Cermin)
b. Citra negatif
Citra negatif tokoh lain yang dihadirkan memiliki citra negatif yang bertolak belakang dengan citra positif yang menempel pada sosok tokoh tersebut menurut pandangan masyarakat luas. Dalam cerpen pertama contohnya, terdapat tokoh yang bernama Sindelarat yang posisinya seperti Cinderella dalam dongeng. Ia merupakan gadis cantik yang memiliki dua saudara tiri dan bertemu ibu peri ketika akan pergi ke pesta kerajaan. Menurut pandangan masyarakat luas, ia pasti dianggap baik dan saudara tiri lah yang berada di sisi jahat. Namun, dalam cerpen sosok Sindelarat juga memiliki sisi antagonis yang dapat membuat membuka sudut pandang lain tentangnya sepert pada kutipan berikut: Tiba-tiba datanglah burung terkutuk itu. Burung yang sama seperti yang kami temui di jalan. Ia mematuki mata kami seperti menghunuskan pisau sarat dendam. Berkali-kali, hingga kami menjadi buta. Larat, saudara tiriku, menatap sambil melahap anggur sebesar biji mata. (Perempuan Tanpa Ibu Jari).
Memiliki kasus yang sama pada objek pertama, objek kedua kali ini juga memiliki tokoh figuran yang dianggap baik dalam kaca mata khalayak. Namun dalam kutipan: Dan Putri Salju jatuh terkapar. Seketika tawa Ratu Revenna membahana. Keinginannya telah purna. Dan tujuh kurcaci pun ikut tertawa senang. (Gadis Buruk Rupa dalam Cermin) Sosok kurcaci yang dihadirkan mendukung rencana jahat ratu Revenna yang dibuat untuk Putri Salju. Bertolak dengan kepercayaan umum yang mengisahkan bahwa kurcaci adalah makhluk yang menemani dan membantu Putri Salju.
c. Ending yang berbeda dengan perkiraan umum
Dalam kisah dongeng, tentu saja tidak luput dengan akhir yang bahagia. Konteks bahagia dalam dongen putri kerajaan seringkali diwakilkan dengan bertemunya putri tersebut dengan pangeran yang tampan yang merupakan seorang putra mahkota. Dikisahkan dalam cerpen pertama, kisah Sindelarat tidak diakhiri setelah pangeran menikahinya namun dilanjutkan dengan kehidupan Sindelarat setelah menikah. Tak disangka bahwa ending dari Sindelarat yang merasa tidak bahagia akan pernikahannya sehingga menghantarkan ia pada jurang kematian. Tidak seperti kisah dongeng yang memiliki kehidupan yang bahagia setelahnya. Kutipan berikut merupakan bukti akan hal tersebut. Oh, ya, Larat tak hidup berbahagia selama-lamanya seperti yang dikira banyak orang. Ia meninggal saat melahirkan putrinya yang keenam. Hampir setiap tahun ia hamil karena kerajaan membutuhkan putra mahkota. Ia tak lagi cantik—pahanya ditimbuni lemak dan perutnya lembek seperti tahu. Ia mati karena pendarahan berkepanjangan, sebagai penutup kisah yang banjir darah ini. (Perempuan Tanpa Ibu Jari) Pada objek kedua, ending yang disajikan juga bertolak belakang dari kisah Putri Salju pada umumnya. Ending cerita yang dihadirkan ternyata sangat menyeramkan. Memang terlihat bahagia karena tampak Putri Salju yang bertemu pangeran. Namun, dalam cerpen ini sosok Putri Salju yang ditampilkan dalam ending bukanlah sosok Putri Salju yang asli melainkan ratu Revenna yang berubah wujud menjadi Putri Salju seperti dalam kutipan berikut, kisah ini memang berakhir bahagia bagi Ratu Ravenna. Ia membunuh Putri Salju. Menghisap darahnya hingga tandas, lalu ia beralih rupa, menjadi putri salju yang tertidur dalam peti kaca. Pangeran rupawan itu datang, menciumnya hingga terbangun. (Gadis Buruk Rupa dalam Cermin)
Keduanya merupakan bentuk dekonstruksi Melalui pembacaan pertama pun pembaca dapat mengetahui bahwa kedua cerpen tersebut ada kaitannya dengan dua dongeng terkenal. Meskipun judul dan tokoh utama berbeda tetapi terdapat nama tokoh, alur cerita, dan plot yang membuat pembaca langsung mengingat cerita Cinderella dan Putri Salju yang terkenal sebelumnya. Cerpen Perempuan Tanpa Ibu Jari yang mendekonstruksi citra baik tokoh Cinderella dalam sosok Sindelarat dan cerpen Gadis Buruk Rupa dalam Cermin yang berhasil mendekonstruksi akhir kisah sosok Putri Salju lewat ratu Revenna.
Komentar
Posting Komentar